Beranda | Artikel
Syarah Nama Allah Asy-Syakuur
Jumat, 31 Desember 2021

Syarah Nama Allah Asy-Syakuur Syarah Nama Allah Asy-Syakuur Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, shalawat dan salam untuk nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, yaitu Nabi Muhammad  . Juga, semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada keuarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk mereka sampai hari kiamat.  

Pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan pembahasan seputar makna dari nama-nama Allah yang indah lagi mulia. Kemudian kita mencoba memetik berbagai pelajaran dari nama-nama Allah tersebut. 

Di antara nama-nama Allah yang kita pilih kali ini, yaitu nama Allah, “asy-Syakûr”. Landasannya, ialah firman Allah سبحانه وتعالى : { 

 إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ} [الشورى : 23] 

.. . Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Qs. asy-Syûra/42:23). 

Nama Allah yang mulia ini terulang dalam dalam Al-Qur’an sebanyak empat kali.1  

Kata asy-Syakûr berbentuk mubâlaghah (menunjukan makna sangat, superlative). Maka Allah سبحانه وتعالى adalah Dzat Yang Maha Mensyukuri (yang memiliki kesempurnaan mutlak dalam membalas amal kebaikan). Dan bila dinisbatkan kepada manusia, maka ia adalah seseorang yang teramat sangat bersungguh-sungguh dalam mensyukuri Rabbnya dengan ketaatan, dan melakukan apa yang ditugaskan Rabb tersebut kepadanya dari berbagai bentuk ibadah.2 Sebagaimana Allah سبحانه وتعالى memuji Nabi Nuh ; 

 ۚ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا (3)} [الإسراء : 1-3] 

… Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur. (Qs. al-Isrâ‘/17:3). 

Dari ayat di atas, kita dapat melihat bahwa nama asy-Syakûr juga diberikan Allahl kepada makhluk yang paling banyak bersyukur.Lalu, bagaimanakah perbedaan di antara keduanya? 

Oleh karena itu, terlebih dahulu perlu penjelasan untuk menjawab pertanyaan di atas. Setelah itu, penjabaran secara luas makna “asy-Syakûr” sebagai salah satu dari nama Allahl yang mulia. 

PERBEDAAN ANTARA SIFAT ALLAH DENGAN SIFAT MAKHLUK KETIKA SAMA DALAM PENYEBUTAN NAMA 

Asy-Syakûr sebagai salah satu dari nama Allah سبحانه وتعالى adalah Dzat Yang Maha Sempurna dalam membalas amalan hamba-Nya dan menumbuh kembangkan amalan para hamba meskipun amalan tersebut sedikit, lalu Dia melipatgandakan pahala bagi mereka. 4 

Walaupun ada kesamaan dari segi lafazh nama antara sifat hamba dengan sifat Allah سبحانه وتعالى , akan tetapi hakikat makna dari masing-masing nama tersebut sangat jauh berbeda, sebagaimana perbedaan antara Allah itu sendiri dengan makhluk-Nya. Kesamaan di sini hanya dalam bentuk nama atau lafazh kata saja, dan tidak dalam segi makna secara keseluruhan. Sebagaimana terdapat dalam sifat-sifat yang lainnya ada kesamaan dalam bentuk lafazh nama, namun tidak sama dalam segi hakikat makna secara keseluruhan. 

Sebagaimana Allah سبحانه وتعالى bersifat hidup (al-Hayyu), maka demikian pula makhluk juga bersifat hidup, tetapi hidup Allahl tidak sama dengan hidup makhluk. Hidup Allahl tidak membutuhkan makan dan minum. Adapun sifat hidup makhluk membutuhkan makan dan minum serta memiliki berbagai kekurangan, seperti sakit, capek, letih, haus, lapar dan seterusnya. Hidup Allah سبحانه وتعالى tidak diawali dengan ketiadaan (‘adam), dan tidak pula diakhiri dengan kematian (al-fanâ`). Adapun kehidupan makhluk, diawali dengan ketiadaan dan diakhiri oleh kematian. Sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah : 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَقُوْلُ أَعُوْذُ بِعِزَّتِكَ الَّذِيْ لَا إِلَهَ إِلّا أَنْتَ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ والجِنُّ والإِنْسُ يَمُوْتُوْنَ (متفق عليه). 

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas  bahwasanya Nabi  berdoa: “Aku berlindung dengan keperkasaan Engkau yang tiada berhak disembah kecuali Engkau, Dzat yang tidak akan pernah mati. Sedangkan jin dan manusia akan mati. (HR Bukhâri dan Muslim). 

Dalam sabda yang lain, beliau  berseru: 

اللَّهُمَّ أَنْتَ الأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْئٌ وَأَنْتَ الآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شيءٌ -رواه مسلم 

Ya, Allah. Engkaulah Yang pertama, tiada sesuatu pun sebelum Engkau. Dan Engkaulah yang terakhir, tiada sesuatu pun setelah Engkau. (HR Muslim). 

Hidup Allah sangat sempurna dari segala segi, adapun hidup makhluk penuh dengan berbagai kekurangan. Allah سبحانه وتعالى adalah Dzat Yang Maha Hidup Sempurna, sebagaimana Allah سبحانه  وتعالى menyebutkan dalam firman-Nya: 

{اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ } [البقرة : 255] 

Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak pernah ditimpa rasa ngantuk dan tidak pula tidur. (Qs. al-Baqarah/2:255). 

Demikianlah, kita mengimani seluruh sifat-sifat Allah. Kita tidak boleh menyerupakan Allah dengan makhluk. Kita juga tidak boleh mengingkari nama dan sifat-sifat Allah سبحانه وتعالى , yang Dia tetapkan untuk diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasulullah  dalam hadits-hadits beliau, dengan berlandaskan pada perkataan Allah سبحانه وتعالى : 

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ} [الشورى : 11] 

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah), dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. (Qs. asy-Syûrâ/42:11). 

Dalam ayat di atas ditegaskan, tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah. Sebagian orang memahami ayat tersebut bahwa Allah tidak memilki sifat-sifat lantaran ada kesamaan dalam penamaan dengan sifat-sifat makhluk. Anggapan tersebut bertentangan dengan penggalan akhir dari ayat. Dalam hal ini Allah mengatakan “Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”, sedangkan manusia juga mendengar dan melihat sebagaimana Allah sebutkan dalan firman-Nya: 

{إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا} [الانسان : 2] 

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), maka Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Qs. al-Insân/76:2). 

Dari sini, kita dapat memahami bahwa Allah سبحانه وتعالى memilki sifat-sifat sempurna sekalipun sifat-sifat tersebut terdapat pada sebagian mahkluk, namun maknanya tidak sama dengan makna sifat-sifat Allah. 

Seandainya yang dimaksud dalam ayat yang lalu menafikan sifat, tentu konteksnya tidak sebagaimana tersebut di atas. Pasti Allah langsung menafikan bahwa Dia tidak memiliki sifat. Jadi, yang dinafikan ialah kesamaan makna sifat, bukan sifatnya; meskipun dalam penamaan sifat tersebut ada kesamaan dengan sifat makhluk.  

Hal ini dapat terima oleh akal, fakta dan agama. Sesuatu yang sama dalam penyebutan nama, namun kualitas dan kuantitas bisa berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, sanyat banyak nama yang sama namun berbeda bentuk dan kualitasnya. 

Sebagai contoh, manusia memiliki sifat melihat, kucing pun memiliki sifat melihat. Tetapi penglihatan manusia dengan penglihatan kucing tidak sama. Manusia tidak bisa melihat pada waktu malam tanpa cahaya. Adapun kucing bisa berjalan pada malam hari, meskipun tanpa cahaya. 

Jika sifat sesama makhluk saja tidak sama dalam hakikat kualitas makna, meskipun sama dalam segi penamaan, yaitu penglihatan. Maka kepastian perbedaan antara sifat Allah Yang Maha Sempurna dengan sifat makhluk, tentu jauh lebih pasti, meskipun sama dari segi lafazh nama.  

Yang membedakan makna adalah, kemana sifat tersebut disandarkan, maka sifat tersebut memiliki makna dan bentuk sesuai dengat dzat tempat disandarkannya (penggabungan). Sehingga jangan dipahami, ketika menyebut tentang sifat Allah digambarkan seperti sifat makhluk. 

Sifat-sifat akan berbeda sesuai dengan dzat masing-masing sifat tersebut. Bahkan pada dzat yang sama, ternyata sifat yang dimilikinya bisa berbeda. Seperti sifat pendengaran manusia, tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Ada yang dapat mendengar dengan jarak cukup jauh, dan sebaliknya ada yang tidak bisa mendengar kecuali dengan alat bantu. Namanyapun tetap disebut pendengaran.Bahkan sifat bisa berubah-rubah kualitas dan frekuwensinya pada satu dzat. Misalnya, pendengaran seseorang ketika berumur lima tahun, tidak sama ketika ia telah berumur lima puluh tahun. 

Demikian halnya dalam mengimani segala sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur‘ân danhadits-hadits yang shahîh. Allah سبحانه وتعالى memiliki sifat-sifat yang sempurna sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah itu sendiri tidak seperti sifat-sifat makhluk. 

Setelah memahami adanya perbedaan antara sifat yang disandarkan kepada Allah سبحانه وتعالى dengan sifat yang disandarkan kepada makhluk meskipun ada kesamaan dalam segi lafazh penamaannya, maka berikut ini adalah penjelasan makna nama Allah “asy-Syakûr” yang menjadi topik bahasan kali ini. 

PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH “ASY-SYAKUR” 

Jika kita memperhatikan konteks ayat-ayat yang menyebutkan tentang nama Allah “asy-Syakûr”, penyebutannya selalu berada setelah menyebutkan tentang anjuran untuk melakukan amal-amal shalih dan balasannya. Oleh karena itu, nama tersebut sangat erat hubungannya dengan amal shalih dan balasannya.  

Untuk lebih jelasnya, kita simak ayat-ayat tersebut pada berikut ini.  

{إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)} [فاطر : 29-30] 

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dalam bentuk tersembunyi dan terang-terangan, mereka mengharapkan perniagaan yang tidak akan pernah merugi. Allah akan menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Qs. Fâthir35/:29-30). 

Dalam ayat di atas, nama Allah “Asy-Syakûr” disebutkan setelah menyebutkan tentang balasan bagi orang-orang yang beramal shalih, seperti membaca Al-Qur`ân, mendirikan shalat dan berinfaq; baik dalam keadaan tersembunyi maupun secara terang-terangan. Allah سبحانه وتعالى memberikan kepada mereka balasan yang sempurna. Bahkan Allah سبحانه وتعالى menambah karunia-Nya kepada mereka sebagai tambahan atas pahala amalan mereka tersebut. Lalu ayat yang mulia tersebut ditutup dengan nama Allah “asy-Syakûr”. 

Dari sini, dapat kita pahami bahwa balasan yang diberikan kepada mereka merupakan aplikasi dan pembuktian tentang makna dari nama Allah “asy-Syakûr” (Maha Sempurna dalam membalas budi).  

Bentuk-bentuk dari kesempurnaan Allah سبحانه وتعالى dalam membalas amal shalih yang dikerjakan hamba tergambar dalam berbagai bentuk. 

Di antara makna “asy-Syakûr”, yaitu Allah سبحانه وتعالى menerima amalan sedikit yang dikerjakan oleh hamba-Nya dan tidak menyia-nyiakannya walau sekecil apapun. Allah سبحانه وتعالى berfirman: 

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا} [النساء : 40] 

Sesungguhnya Allah tidak menzhalimi (seseorang) walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada satu kebajikan, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (Qs. an-Nisâ‘/4:40). 

Dan firman Allah سبحانه وتعالى : 

أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ ۖ  

… Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan. (Qs. Ali ‘Imran/3:195). 

Dan masih banyak ayat lain yang senada dengan kandungan ayat-ayat di atas.5 Oleh sebab itu, kita jangan merasa malu untuk melakukan amal-amal shalih meski hanya sedikit menurut pandangan manusia. Demikian pula, tidak boleh meremehkan amalan seseorang walau sedikit, karena di sisi Allah tetap memiliki nilai sebagai amal shalih yang mungkin pahalanya bisa berlipat ganda. Sebagaimana sabda Rasulullah  :  

لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ المَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلَقٍ -رواه مسلم 

Janganlah engkau meremehkan sedikitpun dari kebaikan, sekalipun ketika engkau berjumpa saudarmu dengan wajah berseri”. (HR Muslim). 

Dalam sabda yang lain, beliau  ﷺmenyatakan pula: 

اِتَّقُ النَّارَ وَلَؤْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ شِقَّ تَمْرَةٍ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ -رواه البخاري ومسلم 

“Takutlah kamu dengan api neraka walau (bersedekah) dengan sebelah buah kurma. Jika kamu tidak mendapati sebelah buah kurma, maka dengan perkataan yang baik”. (HR Bukhâri dan Muslim). 

Sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, Allah سبحانه وتعالى pasti akan memperlihatkan balasan-Nya kepada kita, sebagaimana Allah سبحانه وتعالى menyebutkan dalam firman-Nya: 

{فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ} [الزلزلة : 7] 

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (Qs. al-Zalzalah/99:7). 

Di antara makna “Asy Syakûr” pula, yaitu Allah سبحانه وتعالى memuji hamba yang taat dan beramal shalih kepada-Nya. 

Sebagai bukti atas kesempurnaan Allah سبحانه وتعالى dalam membalas amalan para hamba-Nya, yaitu Allah سبحانه وتعالى memuji hamba-hamba yang tunduk dan patuh kepada-Nya. Allah سبحانه وتعالى menggambarkan kepada makhluk tentang ibadah dan perjuangan mereka. 

Dalam Al-Qur‘ân banyak ayat yang memuji makhluk yang taat dan tunduk kepada Allah, baik dari golongan para malaikat, jin, maupun manusia dari para nabi dan rasul serta pengikut-pengikut mereka. 

Berikut ini adalah pujian Allah سبحانه وتعالى kepada para malaikat. Mereka adalah makhluk yang tidak pernah melanggar perintah Allah سبحانه وتعالى . Mereka mengerjakan segala apa yang diperintahkan kepada mereka: 

لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ} [التحريم : 6] 

… Mereka tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka. (Qs. at-Tahrîm/66:6). 

 

بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُونَ (26) لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ (27)} [الأنبياء : 26-27] 

… Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. (Qs. al-Anbiyâ‘/21:26-27). 

Begitu pula pujian Allahl kepada para nabi dan rasul, mereka adalah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan dipilih Allah. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis. Allah سبحانه وتعالى menyebutkan dalam firman-Nya: 

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَّبِيًّا (54) وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا (55) وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا (56) وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا (57) أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩ (58)} [مريم : 54-58] 

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur‘an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk (menegakkan) shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur‘an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis. (Qs. Maryam/:54-58). 

Demikian pula pujian Allah  سبحانه وتعالىterhadap para Sahabat, bahwa mereka bersikap keras tarhadap musuh-musuh Allah سبحانه وتعالى , tetapi berkasih sayang terhadap sesama muslim. Mereka orang-orang yang banyak ruku’ dan sujud dalam mencari karunia dan keridhaan Allah سبحانه وتعالى , sehingga memberi bekas pada wajah mereka. Mereka bagaikan pohon yang berdaun rindang, akarnya menghujam ke bumi dan dahannya menjulang ke langit. Allah menjanjikan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.  

{مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا} [الفتح : 29] 

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman Injil yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Qs. al-Fath/:29). 

Di antara makna “asy-Syakûr” pula, bahwasanya amalan yang sedikit akan senantiasa bertambah dan berkembang di sisi Allah. 

Di antara bentuk kesempurnaan Allah سبحانه وتعالى dalam membalas amal baik dari makhluk, yaitu senantiasa berkembang dan bertambahnya pahala amalan tersebut di sisi Allah. Disebutkan oleh Allah سبحانه وتعالى dalam ayat berikut: 

وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ} [الشورى : 23]

Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Qs. asy-Syûrâ/:22-23). 

Demikian pula disebutkan oleh Rasulullah  dalam sabdanya yang artinya:“Tidak seorangpun bersedekah dari yang baik -dan Allah tidak menerima kecuali yang bailk- melainkan Allah ambil dengan tangan kanan-Nya, sekalipun sebiji kurma, maka ia akan semakin membesar di tangan Allah. Sehingga ia akan menjadi lebih besar dari gunung, sebagaimana salah seorang kalian memelihara anak kuda atau anak onta. (HR Muslim). 

Begitu juga di antara makna “asy-Syakûr”, yaitu Allah سبحانه وتعالى memberi balasan pahala terhadap sebuah amalan dengan pahala yang berlipat ganda, sampai tujuh ratus kali lipat dan bahkan berkali-kali lipat lagi. 

Allah سبحانه وتعالى berfirman: 

{إِن تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ} [التغابن : 17] 

Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun. (Qs. at-Taghâbun/64:17). 

Dalam ayat lain Allah سبحانه وتعالى menyebutkan: 

{مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ} [البقرة : 245] 

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan (pahala) kepadanya dengan lipat ganda yang banyak….(Qs. al-Baqarah/2:245). 

Hal ini juga disebutkan oleh Rasulullah  dalam sabdanya: 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ -رضِيَ الله عنهما -عَنِ النَّبِيِّ فِيْمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّوَجَلَّ قَالَ قَالَ إِنَّ اللهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ والسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً

Ibnu ‘Abbas 

Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/syarah-nama-allah-asy-syakuur/